Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
Oleh ARIBOWO PRIJOSAKSONO
Hal ini dikatakan dengan lugas oleh seorang jenderal dari Angkatan Udara Amerika Serikat:
“I don’t think you have to be wearing stars on your shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time.”
-General Ronal Fogleman, US Air Force-
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:
As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.
Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.
Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Karakter Seorang Pemimpin Sejati
Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ - Kecerdasan Intelektual, EQ - Kecerdasan Emosional, dan SQ - Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ-EQ-SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ - bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence - quality - qi - qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:
1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: “The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.
Senin, 19 September 2011
Senin, 05 September 2011
Mencitakan MATAHARI
Pada tahun 1960-an, ketika perang Vietnam, Amerika
mengirimkan sekitar 500.000 lebih tentara nya
ke medan perang. Dari sekian banyak korban dari
pihak tentara Amerika, sepanjang tahun tersebut
ada 2.583 tentara yang dinyatakan ditahan atau
missing-in-action.
Para tawanan perang (dikenal dengan istilah POW -
Prisoner of War) ini dikumpulkan di sebuah sel yang
disebut “Dogpatch” di tengah hutan rimba Vietnam.
Disebut Dogpatch karena memang sel ini sangat
mirip dengan kandang anjing, dimana 20 POW
dimasukan ke dalam ruang gelap kecil di bawah
tanah tanpa jendela, sehingga cahaya matahari
sama sekali tidak terlihat. Akibatnya para POW
sama sekali tidak dapat membedakan kapan siang
dan malam.
Banyak dari para tawanan ini mengalami stres berat
dan akhirnya meninggal di dalam sel. Yang menarik
adalah ternyata dari sekian banyak tawanan perang
tersebut, ada beberapa orang yang masih dapat
bertahan hidup dan akhirnya dapat kembali pulang
ke Amerika pada tahun 1970-an. Pertanyaan nya
adalah “apa yang membedakan” antara orang yang
meninggal di dalam sel dan mereka yang dapat tetap
bertahan hidup?
Dari hasil wawancara dengan para POW yang
berhasil bertahan hidup di Dogpatch selama
bertahun-tahun, ternyata ada kesamaan yakni dari
cara mereka ber ‘imajinasi’ dan ‘kata-kata’ yang
mereka katakan berulang-ulang dalam hatinya.
Jadi, meskipun mereka hidup didalam kegelapan
sepanjang waktu, mereka mengimajinasikan bahwa
mereka tetap dapat ‘melihat’ dan ‘merasakan’ sinar
matahari pada siang hari, atau bulan di malam hari.
Dengan mengimajinasikan pergerakan matahari
atau bulan ini, mereka dapat tetap menjalani siklus
hidup mereka dengan ‘normal’ di dalam sel.
Mereka akan tidur saat ‘malam hari’ dan beraktivitas
pada ‘siang hari’. Selain itu juga mereka percaya
dan yakin, dengan ‘memilih’ menggunakan katakata
yang memberdayakan, bahwa suatu saat pasti
mereka akan dapat keluar dengan selamat dan
kembali bertemu keluarganya. Fenomena dan cerita
di atas sangat menarik dan menginspirasi buat saya
pribadi.
Namun cerita di atas semakin menginspirasi saya lagi
ketika saya belajar sebuah cabang ilmu yang disebut
NLP (Neuro-Linguistic Programming), karena saya
semakin paham bahwa manusia dikaruniai Tuhan
modal dan alat bertahan hidup yang sangat luar biasa
– kelima panca indera dan kemampuan ‘mencipta’.
Dalam NLP, kelima panca indera ini dikenal
dengan istilah Modalitas yang terdiri dari: Visual
(Penglihatan), Auditory (Pendengaran), Kinestetik
(Perasaan), Oldfactory (Penciuman) dan Gastutory
(Pengecapan). Namun yang membuat manusia
lebih hebat dibandingkan makhluk bumi lainnya,
bukanlah terletak pada kelima indera ini. Karena
binatang pun memiliki kelima indera ini. Bahkan
beberapa binatang tertentu memiliki kepekaan yang
jauh melebihi manusia. Sebagai contoh misalkan
penciuman anjing yang mampu mengendus jejak,
penglihatan elang yang sangat tajam, dsb.
Nah, yang membedakan manusia dari makhluk lain
nya adalah kemampuan ‘mencipta’ (creation) dengan
memanfaatkan modalitas ini, atau yang istilahnya
adalah SubModalitas.
Sebagai contoh sederhana adalah misalkan ketika
anda diminta membayangkan sebuah jeruk nipis
berwarna hijau (visual), yang kemudian dipotong
kemudian airnya diperas dan diteteskan ke lidah
anda (gastutory) dan terasa sangat asam. Beberapa
orang ketika diminta membayangkan hal ini sampai
mengeluarkan air liur di lidahnya. Pertanyaannya
apakah jeruk nipis tadi benar-benar ada di dunia
nyata atau sebuah realitas? Lalu mengapa beberapa
orang bahkan sampai mengeluarkan air liur
merasakan jeruk nipis yang asam ini?
Ternyata dengan kelima indera ini memungkinkan
manusia untuk menciptakan realitas di dalam
pikiran yang sama sekali berbeda dengan realitas
di dunia nyata. Kemampuan mencipta inilah yang
membuat manusia dapat menciptakan kebudayaan
dan peradaban. Inilah karunia Tuhan yang diberikan
HANYA pada manusia dan tidak pada makhluk
lainnya.
Mungkin anda pernah mendengar nama Darwis
Triadi – seorang fotographer ternama dari Indonesia.
Yang pasti, beliau adalah orang yang sangat piawai
memanfaatkan kemampuan visualnya sehingga
mampu menciptkan foto-foto terbaik yang dihargai
hingga ratusan juta rupiah per buah.
Atau juga seorang legenda musik Indonesia: Alm.
Chrisye (Raden Christian Rahadi, 1949-2007) yang
sepanjang hidupnya telah meluncurkan 21 solo -
album popular. Beliau adalah orang yang sangat
luar biasa cerdas dengan kemampuan auditorynya,
sehingga mampu mencipatkan ratusan buah lagu
yang mampu menggerakan emosi jutaan pendengar
musik di tanah air, hingga saat ini.
108
Ada juga Ronaldinho – pemain sepak bola asal Brazil
– yang lahir di Porto Alegre tahun 1980 ini mampu
menggandengkan FIFA Confederations Cup Golden
Ball & Golden Shoe pada tahun 1999 dan segudang
prestasi lainnya. Ronaldinho sangat optimal dalam
memanfaatkan kecerdasan kinestetik nya.
Tentu masih banyak jutaan contoh lainnya bagaimana
orang-orang menjadi besar dan terkenal sebetulnya
karena mampu memanfaatkan anugrah modalitas
dan submodalitas ini dengan optimal. Dan ternyata
modal paling besar yang dianugrahkan Tuhan
bukanlah berupa harta kekayaan yang berlimpah,
namun berupa kelima indera dan kemampuan
berkreasi yang sudah ada dalam diri kita.
Jika para POW saja mampu bertahan hidup di
Dogpatch dengan menciptakan mataharinya sendiri,
lalu alasan apa yang membuat kita berkata bahwa kita
tidak mampu bertahan dan hidup sejahtera ditengah
keberlimpahan negeri ini? Bukankah Tuhan sudah
menganugrahkan modal yang cukup untuk bahkan
menciptakan “matahari” milik kita sendiri?
dibuat oleh :Adi Suandaharu
Konsultan, Internet Marketer
Penulis dapat dihubungi di:
suandharu@asli.or.id atau
adi.wisnu.suandharu@gmail.com
mengirimkan sekitar 500.000 lebih tentara nya
ke medan perang. Dari sekian banyak korban dari
pihak tentara Amerika, sepanjang tahun tersebut
ada 2.583 tentara yang dinyatakan ditahan atau
missing-in-action.
Para tawanan perang (dikenal dengan istilah POW -
Prisoner of War) ini dikumpulkan di sebuah sel yang
disebut “Dogpatch” di tengah hutan rimba Vietnam.
Disebut Dogpatch karena memang sel ini sangat
mirip dengan kandang anjing, dimana 20 POW
dimasukan ke dalam ruang gelap kecil di bawah
tanah tanpa jendela, sehingga cahaya matahari
sama sekali tidak terlihat. Akibatnya para POW
sama sekali tidak dapat membedakan kapan siang
dan malam.
Banyak dari para tawanan ini mengalami stres berat
dan akhirnya meninggal di dalam sel. Yang menarik
adalah ternyata dari sekian banyak tawanan perang
tersebut, ada beberapa orang yang masih dapat
bertahan hidup dan akhirnya dapat kembali pulang
ke Amerika pada tahun 1970-an. Pertanyaan nya
adalah “apa yang membedakan” antara orang yang
meninggal di dalam sel dan mereka yang dapat tetap
bertahan hidup?
Dari hasil wawancara dengan para POW yang
berhasil bertahan hidup di Dogpatch selama
bertahun-tahun, ternyata ada kesamaan yakni dari
cara mereka ber ‘imajinasi’ dan ‘kata-kata’ yang
mereka katakan berulang-ulang dalam hatinya.
Jadi, meskipun mereka hidup didalam kegelapan
sepanjang waktu, mereka mengimajinasikan bahwa
mereka tetap dapat ‘melihat’ dan ‘merasakan’ sinar
matahari pada siang hari, atau bulan di malam hari.
Dengan mengimajinasikan pergerakan matahari
atau bulan ini, mereka dapat tetap menjalani siklus
hidup mereka dengan ‘normal’ di dalam sel.
Mereka akan tidur saat ‘malam hari’ dan beraktivitas
pada ‘siang hari’. Selain itu juga mereka percaya
dan yakin, dengan ‘memilih’ menggunakan katakata
yang memberdayakan, bahwa suatu saat pasti
mereka akan dapat keluar dengan selamat dan
kembali bertemu keluarganya. Fenomena dan cerita
di atas sangat menarik dan menginspirasi buat saya
pribadi.
Namun cerita di atas semakin menginspirasi saya lagi
ketika saya belajar sebuah cabang ilmu yang disebut
NLP (Neuro-Linguistic Programming), karena saya
semakin paham bahwa manusia dikaruniai Tuhan
modal dan alat bertahan hidup yang sangat luar biasa
– kelima panca indera dan kemampuan ‘mencipta’.
Dalam NLP, kelima panca indera ini dikenal
dengan istilah Modalitas yang terdiri dari: Visual
(Penglihatan), Auditory (Pendengaran), Kinestetik
(Perasaan), Oldfactory (Penciuman) dan Gastutory
(Pengecapan). Namun yang membuat manusia
lebih hebat dibandingkan makhluk bumi lainnya,
bukanlah terletak pada kelima indera ini. Karena
binatang pun memiliki kelima indera ini. Bahkan
beberapa binatang tertentu memiliki kepekaan yang
jauh melebihi manusia. Sebagai contoh misalkan
penciuman anjing yang mampu mengendus jejak,
penglihatan elang yang sangat tajam, dsb.
Nah, yang membedakan manusia dari makhluk lain
nya adalah kemampuan ‘mencipta’ (creation) dengan
memanfaatkan modalitas ini, atau yang istilahnya
adalah SubModalitas.
Sebagai contoh sederhana adalah misalkan ketika
anda diminta membayangkan sebuah jeruk nipis
berwarna hijau (visual), yang kemudian dipotong
kemudian airnya diperas dan diteteskan ke lidah
anda (gastutory) dan terasa sangat asam. Beberapa
orang ketika diminta membayangkan hal ini sampai
mengeluarkan air liur di lidahnya. Pertanyaannya
apakah jeruk nipis tadi benar-benar ada di dunia
nyata atau sebuah realitas? Lalu mengapa beberapa
orang bahkan sampai mengeluarkan air liur
merasakan jeruk nipis yang asam ini?
Ternyata dengan kelima indera ini memungkinkan
manusia untuk menciptakan realitas di dalam
pikiran yang sama sekali berbeda dengan realitas
di dunia nyata. Kemampuan mencipta inilah yang
membuat manusia dapat menciptakan kebudayaan
dan peradaban. Inilah karunia Tuhan yang diberikan
HANYA pada manusia dan tidak pada makhluk
lainnya.
Mungkin anda pernah mendengar nama Darwis
Triadi – seorang fotographer ternama dari Indonesia.
Yang pasti, beliau adalah orang yang sangat piawai
memanfaatkan kemampuan visualnya sehingga
mampu menciptkan foto-foto terbaik yang dihargai
hingga ratusan juta rupiah per buah.
Atau juga seorang legenda musik Indonesia: Alm.
Chrisye (Raden Christian Rahadi, 1949-2007) yang
sepanjang hidupnya telah meluncurkan 21 solo -
album popular. Beliau adalah orang yang sangat
luar biasa cerdas dengan kemampuan auditorynya,
sehingga mampu mencipatkan ratusan buah lagu
yang mampu menggerakan emosi jutaan pendengar
musik di tanah air, hingga saat ini.
108
Ada juga Ronaldinho – pemain sepak bola asal Brazil
– yang lahir di Porto Alegre tahun 1980 ini mampu
menggandengkan FIFA Confederations Cup Golden
Ball & Golden Shoe pada tahun 1999 dan segudang
prestasi lainnya. Ronaldinho sangat optimal dalam
memanfaatkan kecerdasan kinestetik nya.
Tentu masih banyak jutaan contoh lainnya bagaimana
orang-orang menjadi besar dan terkenal sebetulnya
karena mampu memanfaatkan anugrah modalitas
dan submodalitas ini dengan optimal. Dan ternyata
modal paling besar yang dianugrahkan Tuhan
bukanlah berupa harta kekayaan yang berlimpah,
namun berupa kelima indera dan kemampuan
berkreasi yang sudah ada dalam diri kita.
Jika para POW saja mampu bertahan hidup di
Dogpatch dengan menciptakan mataharinya sendiri,
lalu alasan apa yang membuat kita berkata bahwa kita
tidak mampu bertahan dan hidup sejahtera ditengah
keberlimpahan negeri ini? Bukankah Tuhan sudah
menganugrahkan modal yang cukup untuk bahkan
menciptakan “matahari” milik kita sendiri?
dibuat oleh :Adi Suandaharu
Konsultan, Internet Marketer
Penulis dapat dihubungi di:
suandharu@asli.or.id atau
adi.wisnu.suandharu@gmail.com
SEBUAH BAUT KECIL
Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, “Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!”
Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada satu baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam.
“Sobat kecil, bertahanlah… kami mendukungmu…!”
Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal.
(Sumber : Grup Spirit LC)
Langganan:
Postingan (Atom)