warna-warni surabaya

warna-warni surabaya
semua ceritaku di surabaya

Senin, 05 September 2011

Mencitakan MATAHARI

Pada tahun 1960-an, ketika perang Vietnam, Amerika
mengirimkan sekitar 500.000 lebih tentara nya
ke medan perang. Dari sekian banyak korban dari
pihak tentara Amerika, sepanjang tahun tersebut
ada 2.583 tentara yang dinyatakan ditahan atau
missing-in-action.
Para tawanan perang (dikenal dengan istilah POW -
Prisoner of War) ini dikumpulkan di sebuah sel yang
disebut “Dogpatch” di tengah hutan rimba Vietnam.
Disebut Dogpatch karena memang sel ini sangat
mirip dengan kandang anjing, dimana 20 POW
dimasukan ke dalam ruang gelap kecil di bawah
tanah tanpa jendela, sehingga cahaya matahari
sama sekali tidak terlihat. Akibatnya para POW
sama sekali tidak dapat membedakan kapan siang
dan malam.
Banyak dari para tawanan ini mengalami stres berat
dan akhirnya meninggal di dalam sel. Yang menarik
adalah ternyata dari sekian banyak tawanan perang
tersebut, ada beberapa orang yang masih dapat
bertahan hidup dan akhirnya dapat kembali pulang
ke Amerika pada tahun 1970-an. Pertanyaan nya
adalah “apa yang membedakan” antara orang yang
meninggal di dalam sel dan mereka yang dapat tetap
bertahan hidup?
Dari hasil wawancara dengan para POW yang
berhasil bertahan hidup di Dogpatch selama
bertahun-tahun, ternyata ada kesamaan yakni dari
cara mereka ber ‘imajinasi’ dan ‘kata-kata’ yang
mereka katakan berulang-ulang dalam hatinya.
Jadi, meskipun mereka hidup didalam kegelapan
sepanjang waktu, mereka mengimajinasikan bahwa
mereka tetap dapat ‘melihat’ dan ‘merasakan’ sinar
matahari pada siang hari, atau bulan di malam hari.
Dengan mengimajinasikan pergerakan matahari
atau bulan ini, mereka dapat tetap menjalani siklus
hidup mereka dengan ‘normal’ di dalam sel.
Mereka akan tidur saat ‘malam hari’ dan beraktivitas
pada ‘siang hari’. Selain itu juga mereka percaya
dan yakin, dengan ‘memilih’ menggunakan katakata
yang memberdayakan, bahwa suatu saat pasti
mereka akan dapat keluar dengan selamat dan
kembali bertemu keluarganya. Fenomena dan cerita
di atas sangat menarik dan menginspirasi buat saya
pribadi.
Namun cerita di atas semakin menginspirasi saya lagi
ketika saya belajar sebuah cabang ilmu yang disebut
NLP (Neuro-Linguistic Programming), karena saya
semakin paham bahwa manusia dikaruniai Tuhan
modal dan alat bertahan hidup yang sangat luar biasa
– kelima panca indera dan kemampuan ‘mencipta’.
Dalam NLP, kelima panca indera ini dikenal
dengan istilah Modalitas yang terdiri dari: Visual
(Penglihatan), Auditory (Pendengaran), Kinestetik
(Perasaan), Oldfactory (Penciuman) dan Gastutory
(Pengecapan). Namun yang membuat manusia
lebih hebat dibandingkan makhluk bumi lainnya,
bukanlah terletak pada kelima indera ini. Karena
binatang pun memiliki kelima indera ini. Bahkan
beberapa binatang tertentu memiliki kepekaan yang
jauh melebihi manusia. Sebagai contoh misalkan
penciuman anjing yang mampu mengendus jejak,
penglihatan elang yang sangat tajam, dsb.
Nah, yang membedakan manusia dari makhluk lain
nya adalah kemampuan ‘mencipta’ (creation) dengan
memanfaatkan modalitas ini, atau yang istilahnya
adalah SubModalitas.
Sebagai contoh sederhana adalah misalkan ketika
anda diminta membayangkan sebuah jeruk nipis
berwarna hijau (visual), yang kemudian dipotong
kemudian airnya diperas dan diteteskan ke lidah
anda (gastutory) dan terasa sangat asam. Beberapa
orang ketika diminta membayangkan hal ini sampai
mengeluarkan air liur di lidahnya. Pertanyaannya
apakah jeruk nipis tadi benar-benar ada di dunia
nyata atau sebuah realitas? Lalu mengapa beberapa
orang bahkan sampai mengeluarkan air liur
merasakan jeruk nipis yang asam ini?
Ternyata dengan kelima indera ini memungkinkan
manusia untuk menciptakan realitas di dalam
pikiran yang sama sekali berbeda dengan realitas
di dunia nyata. Kemampuan mencipta inilah yang
membuat manusia dapat menciptakan kebudayaan
dan peradaban. Inilah karunia Tuhan yang diberikan
HANYA pada manusia dan tidak pada makhluk
lainnya.
Mungkin anda pernah mendengar nama Darwis
Triadi – seorang fotographer ternama dari Indonesia.
Yang pasti, beliau adalah orang yang sangat piawai
memanfaatkan kemampuan visualnya sehingga
mampu menciptkan foto-foto terbaik yang dihargai
hingga ratusan juta rupiah per buah.
Atau juga seorang legenda musik Indonesia: Alm.
Chrisye (Raden Christian Rahadi, 1949-2007) yang
sepanjang hidupnya telah meluncurkan 21 solo -
album popular. Beliau adalah orang yang sangat
luar biasa cerdas dengan kemampuan auditorynya,
sehingga mampu mencipatkan ratusan buah lagu
yang mampu menggerakan emosi jutaan pendengar
musik di tanah air, hingga saat ini.
108
Ada juga Ronaldinho – pemain sepak bola asal Brazil
– yang lahir di Porto Alegre tahun 1980 ini mampu
menggandengkan FIFA Confederations Cup Golden
Ball & Golden Shoe pada tahun 1999 dan segudang
prestasi lainnya. Ronaldinho sangat optimal dalam
memanfaatkan kecerdasan kinestetik nya.
Tentu masih banyak jutaan contoh lainnya bagaimana
orang-orang menjadi besar dan terkenal sebetulnya
karena mampu memanfaatkan anugrah modalitas
dan submodalitas ini dengan optimal. Dan ternyata
modal paling besar yang dianugrahkan Tuhan
bukanlah berupa harta kekayaan yang berlimpah,
namun berupa kelima indera dan kemampuan
berkreasi yang sudah ada dalam diri kita.
Jika para POW saja mampu bertahan hidup di
Dogpatch dengan menciptakan mataharinya sendiri,
lalu alasan apa yang membuat kita berkata bahwa kita
tidak mampu bertahan dan hidup sejahtera ditengah
keberlimpahan negeri ini? Bukankah Tuhan sudah
menganugrahkan modal yang cukup untuk bahkan
menciptakan “matahari” milik kita sendiri?
dibuat oleh :Adi Suandaharu
Konsultan, Internet Marketer
Penulis dapat dihubungi di:
suandharu@asli.or.id atau
adi.wisnu.suandharu@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar