warna-warni surabaya

warna-warni surabaya
semua ceritaku di surabaya

Sabtu, 06 Agustus 2011

Semangat perubahan

Apabila garis nasib melukai hatimu Pintalah kepada Tuhan nasib yang lain Permintaanmu akan nasib baru adalah patut Karena Tuhan memutuskan nasib tak terhingga banyaknya
Pernahkah engkau mengutuk diri sendiri, terlalu banyak mengeluh sambil menyalahkah Tuhan. Menyalahkan karena berprasangka tidak adil. Atau, terlalu iri pada sesama. Berpandangan bahwa orang lain diberikan riski dan keadaan yang serba ada. Serba enak. Sedangkan, ketika engkau menengok diri sendiri, masih jauh dari kata cukup. Masih hidup serba kekurangan. Pernahkah¡Äpernahkan hal ini terasakan¡Ä?. Atau, engkau merasa hidup selalu sial. Nasib selalu buruk. Dalam kehidupan keseharian hanya dipenuhi duka lara. Nyaris, tak ada cerita bahagia didalamnya. Hidup serasa suram, harapan akan datangnya kebahagiaan seperti fatamorgana. Harapan yang belum pasti kapan datangnya. Ditambah lagi, merasa tak ada potensi terbaik dalam diri. Pesimis akan masa depan. Hati selalu terpuruk. Bahkan nampaknya hidup terasa gelap. Ah, semoga saja itu tak terjadi. Hari ini, saya hanya sekedar ingin membincang tentang optimisme, bukan pesimisme.
Hasrat untuk membincangkannya berawal dari *curhat* seorang teman. Dia, merasa seperti yang saya ceritakan diawal. Lebih banyak diam ketika saya mendengar ceritanya. Hanya saja, saya merasa ada yang perlu diluruskan. Ada yang sepertinya perlu pemikiran berbeda dalam mensikapi fenomena nasib kita. *Ya, pandanglah dunia dengan cara yang berbeda*. Karena, duniapun begitu. Dibalik sisi gelap, ada cahaya yang terang benderang. Gelap terang dunia itu niscaya. Tinggal, pandai-pandai kita dalam memilihnya. 
Orang yang merasa miskin, kadang terlalu melihat dan mendongak keatas. Sambil berandai-andai, memimpikan betapa enaknya jadi orang kaya. Sementara, kadang, orang yang dipandang kaya itu rupanya tak seindah yang dibayangkan oleh si miskin. Hidup selalu sibuk. Urusan banyak. Kadang persoalan datang silih berganti. Tak ada hentinya. Setiap pulang ke rumah, tinggal capeknya saja. Singkatnya, nyaris tak ada waktu senggang untuk menikmati hidup. Menikmati kekayaan yang dimilikinya.
Saya tak hendak mengatakan bahwa jangan jadi orang kaya. Justru, kita perlu kaya. Hanya, tak sekedar kaya materi. Kaya jiwa juga perlu. Karena inilah sebenarnya kekayaan yang mendatangkan kebahagiaan. Dalam kondisi apapun. Untuk bisa meraihnya, kita memang perlu menggelorakan semangat untuk berubah. Islam sendiri telah mengajarkan itu. Tuhan tidak akan merubah nasib sebuah kaum, sebelum mereka mau merubah nasib diri mereka sendiri. Inilah yang dinamakan proses. Bagi siapapun yang kini sedang merasa terpuruk. Tak ada kata selain kita mesti bangkit. Membangun kembali keping-keping semangat yang masih ada. Memaksimalkan segenap potensi yang kita miliki. Mari sama-sama kita mengejar mimpi yang belum terwujudkan. Mimpi yang masih tertunda. Kita mesti ingat, masa depan adalah apa yang kita rangkai hari ini. Selangkah demi selangkah, mari kita semai dan wujudkan mimpi-mimpi kita bersama. Semangat untuk berubah kita bangun kembali. Kali ini, kita memang perlu sepakat dengan kata para pakar pengembangan diri, sikap optimis. Ya, sebuah optimisme dalam diri kita. Sikap optimis itu perlu asal proporsional, asal tidak berlebihan. Optimisme perlu ada sebagai awal perubahan atas diri kita, bukan sebaliknya, selalu pesimis. Yang kita perlukan adalah optimisme, bukan pesimistis. Sebab sikap pesimis tidak akan pernah menghasilkan apa-apa. Percayalah !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar